Electronic Resource
Resign Malu Tak Resign Pilu
Mednapat pekerjaan pastilah menjadi momen kebahagiaan tersendiri. Bulan demi bulan, bahkan tahun demi tahun, waktu kita ditukar dengan pekerjaan demi bisa mencukupi hidup. Ada yang semangatnya masih sama seperti awal saat diterima kerja, meski ada juga yang sudah mulai mengendor bahkan hilang. Entah karena situasi yang tak lagi memberikan kenyamanan atau alasan klasik seputar kesejahteraan yang tak kunjung membaik. Sebuah situasi yang sering kali menimbulkan dilema besar, antara bertahan atau resign. Bertahan karena di luar sana belum ada yang mau merekrut kita, sementara cicilan masih menggunung. Atau resign karena sudah tidak tahan dengan situasi, tapi bingung setelahnya mau ke aman.
Memang benar, kenyamanan dalam bekerja bisa memengaruhi produktivitas kerja. Tapi bukan berarti ketika rasa nyaman tadi tak mampu lagi kita rasakan, lantas kita terus menggerutu, mengkambinghitamkan eadaan, sering curhat ingin resign, dan menjelek-jelekkan perusahaan tap masih hidup dari gaji perusahaan. Simpelnya, kalau memang alasan ketidaknyamanan tadi karena kesejahteraan (baca: gaji), kita tinggal cari perusahaan lain yang mau menggaji kita lebih tinggi. Jangan hanya sibuk mengumpat tapi tak punya keberanian resign. Dan kalaupun karena lingkungan kerja yang tidak lagi kondusif, keputusan ada di tangan kita. Bertahan atau resign!
Tidak tersedia versi lain